MusicPlaylist

Friday, March 9, 2012

Sartono Pencipta Hymne Guru yang Malang


Kalian masih ingat kan tentang lagu Pahlawan Tanpa Tanda Jasa atau Hymne Guru?

Siapa yang tak kenal lagu ini lirik hymne guru berjudul “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa“? Masih terngiang betapa di era 1980-an, lagu ini sangat sering dinyanyikan di sekolah-sekolah. Sebab setiap upacara bendera pada hari Senin, lagu ini selalu dinyanyikan.

Istilah “pahlawan tanpa tanda jasa” bahkan kemudian menjadi ikon yang disematkan kepada para guru. Siapa sangka bila “sang pahlawan” yang tanpa tanda jasa itu sejatinya dialami si pencipta lagu tersebut.Sartono, pencipta lagu hymne guru yang juga guru itu di masa senjanya hidup dalam kesederhanaan. Laki- laki asal Madiun yang genap berusia 72 tahun, 29 Mei ini, tinggal rumah sederhana di Jalan Halmahera 98, Madiun. Sejak ia mengajar musik di SMP Purna Karya Bhakti Madiun pada 1978, hingga “pensiun” pada 2002 lalu, Sartono tetap menyandang guru honorer. Ia tak punya gaji pensiunan, karena statusnya bukan guru Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Kawan-kawan sesama guru sempat membantu mengajukan dia menjadi PNS. “Katanya sih sering diajukan nama saya, tetapi sampai saya pensiun dari tugas sebagai guru, PNS untuk saya kok tidak datang juga,” kata Sartono.

Sartono memang minder dengan latar belakang pendidikannya yang tak tamat SMA. Ia mengajar di SMP Purna Karya Bhakti, yang belakangan lebih dikenal sebagai SMP Kristen Santo Bernadus, berbekal bakatnya di bidang musik. Sartono yang beragama Islam itu melamar di Santo Bernadus berbekal sertifikat pengalaman kerja di Lokananta, perusahan pembuat piringan hitam di Solo, Jawa Tengah.

Hidup serba dalam kesempitan, tak membuat Sartono meratapi nasib. Ia merasa terhibur, dengan kebersamaan dengan Damiyati, BA, 59 tahun, isterinya yang guru PNS. Damiyati dinikahi Sartono pada 1971. Dari pernikahan mereka belum jua dikaruniai anak. Sehingga mereka mengasuh dua orang keponakan. Damiyati yang juga guru, juga seniman biasa manggung bersama Ketoprak Siswo Budoyo Tulungagung, di masa mudanya.

Kehidupan sehari-harinya kini hanya dari pensiun istrinya yang tak lebih dari dari Rp 1 juta. Sartono sendiri kala masih aktif mengajar, gajinya pada akhir pengabdiannya sebagai guru seni musik cuma Rp 60.000 per bulan. “Gaji saya sangat rendah, bahkan mungkin paling rendah diantara guru-guru lainnya,” katanya mengenang masa lalunya.

Kala masih kuat, Sartono menambal periuk dapurnya dengan mengajar musik. Sepekan sekali, Sartono yang pandai bermain piano, gitar, dan saksofon, ini rutin mengajar kulintang di Perhutani Nganjuk, sekira 60 kilometer dari rumahnya di Madiun.



BERMULA DARI LOKANANTA 

Jalan menjadi guru berawal dari kegemarannya bermain musik. Putra sulung dari lima bersaudara ini sebenarnya lahir dari keluarga cukup berada. Maklum, ayahnya R. Soepadi adalah Camat Lorog, Pacitan. Sartono kecil memang suka bermain musik secara otodidak. Namun, hidup nyaman tak bisa dirasakan berlama-lama. Ketika ia berusia 7 tahun, Jepang menduduki Indonesia. Ayahnya pun tak lagi menjabat camat.

Sartono, bersama empat adiknya, Sartini, Sartinah, Sarwono dan Sarsanti, tak bisa mengenyam pendidikan tinggi. Ia sendiri putus sekolah kala kelas dua di SMA Negeri 3 Surabaya. Ia kemudian bekerja di Lokananta, perusahaan rekaman dan produsen piringan hitam. “Saya Lupa tahun berapa itu, tapi saya hanya bekerja selama dua tahun saja,” kata Sartono, yang mengaku sudah susah mengingat tahun.

Selepas kerja di Lokananta, Sartono bergabung dengan grup musik keroncong milik TNI AU di Madiun. Ia bersama kelompok musik tentara itu pernah penghibur tentara di Irian. “Di sana selama tiga bulan,” jelasnya.

DARI SECARIK KORAN

Ihwal penciptaan lagu himne guru itu boleh dibilang tak sengaja. Ketika itu, tahun 1980, Sartono tengah naik bis menuju Perhutani Nganjuk, untuk mengajar kulintang. Di perjalanan, secara tidak sengaja ia membaca di secarik koran, mengenai sayembara penciptaan lagu himne guru yang diselenggarakan Depdiknas. Hadiahnya besar untuk saat itu, Rp 750.000. Waktu yang tersisa dua pekan, untuk merampungkan lagu.

Sartono yang tak bisa membaca not balok ini, mulai tenggelam dalam kerja keras mengarang lagu saban harinya. “Saya mencermati betul seperti apa sebenarnya guru itu,” jelas Sartono sambil memulai membuat lagu itu.

Waktu sudah mepet, lagu belum juga jadi. Sartono pusing bukan kepalang. Syairnya masih amburadul. Pada hari pertama Hari Raya Idul Fitri, Sartono tidak keluar rumah. Ia bahkan tak turut beranjang sana mengantar istri dan dua keponakannya silaturrahmi ke orangtua dan sanak famili. “Saat itu kesempatan bagi saya untuk membuat lagu dan syair secara serius,” katanya. “Waktu itu saya merasa begitu lancar membuat lagu dan menulis syairnya.”

Awalnya, lirik yang ia ciptakan kepanjangan. Padahal, durasi lagu tak lebih dari empat menit. Sartono pun berkali- kali mengkajinya untuk mengetahui mana yang harus dibuang. “Karena panjang sekali, maka saya harus membuang beberapa syairnya,” jelas Sartono. Hingga muncullah istilah “pahlawan tanpa tanda jasa.”

“Guru itu juga pahlawan. Tetapi selepas mereka berbakti tak satu pun ada tanda jasa menempel pada mereka, seperti yang ada pada polisi atau tentara,” katanya.

Persoalan tak begitu saja beres. Lagu ada, Sartono kebingungan mengirimnya ke panitia lomba di Jakarta. Sebab ia tidak punya uang untuk biaya pengiriman via pos. “Akhirnya saya menjual jas untuk biaya pos,” katanya. Sartono menang. “Hadiahnya berupa cek. Sesampainya di Madiun saya tukarkan dengan sepeda motor di salah satu dealer,” kata Sartono.


PENGHARGAAN MINIM

Lagunya melambung, Sartono tidak. Sang pencipta tetap saja menggeluti dunia mengajar sebagai guru honorer hingga “pensiun.” Kalaulah ada penghargaan selain hadiah mencipta lagu, “cuma” beberapa lembar piagam ucapan terimakasih. Nampak piagam berpigura dari Gubernur Jawa Timur Imam Utomo yang diberikan pada 2005. Pak Gubernur juga memberikan bantuan Rp 600.000, plus sebuah keyboard.

Piagam lainnya diberikan Menteri Pendidikan Nasional Yahya Muhaimin pada 2000. Kemudian piagam dari Menteri Pendidikan Nasional Bambang Soedibyo pada 2005, plus bantuan uang. “Isinya enam ratus ribu rupiah,” kata Sartono.

Tahun 2006 lalu, giliran Walikota Madiun yang dalam sepanjang sejarah baru kali ini memberikan perhatian kepadanya. “Pak Walikota menghadiahi saya sepeda motor Garuda,” kata Sartono seraya menunjuk sepeda motor pemberian Walikota Madiun.

Meski minim perhatian, Sartono tetaplah bangga, lagunya menjadi himne para guru. Pekerjaan yang dilakoninya selama 24 tahun. Pengabdian yang tak pendek bagi seorang pahlawan tanpa tanda jasa.

Kisah Tragis Dibalik Lagu "Hymne Guru"  sumber : http://indonews.org/kisah-tragis-dib...gu-hymne-guru/

Our Beloved School : 19 JHS









bagaimana Nasib Kami?




Ketika anak bangsa membutuhkan secercah harapan untuk mengenyam pendidikan yang layak, coba kita lihat apa yang dilakukan oleh para Dewan yang terhormat. Dengan kursi yang empuk, meubel dan ruangan yang nyaman, mereka asyik dengan mimpinya masing - masing (tidur).




Pahlawan Pendidikan Indonesia dan Tokoh Pendidikan Islam



KI HAJAR DEWANTARA



Nama : Ki Hajar Dewantara
Nama Asli :Raden Mas Soewardi Soeryaningrat
Lahir : Yogyakarta, 2 Mei 1889
Wafat :Yogyakarta, 28 April 1959

Pendidikan 
• Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda)
• STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) tidak tamat
• Europeesche Akte, Belanda
• Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957

Karir
• Wartawan Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara
• Pendiri Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan  Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922
• Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama.

Organisasi
• Boedi Oetomo 1908
• Pendiri Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) 25 Desember 1912

Penghargaan
• Bapak Pendidikan Nasional, hari kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional
• Pahlawan Pergerakan Nasional (surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959)
• Ki Hajar Dewantara (1889-1959)


DEWI SARTIKA



Nama : Dewi Sartika
Lahir : Bandung, 4 Desember 1884
Meninggal : Tasikmalaya, 11 September 1947
Umur : 62 tahun
Di Juluki : Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia tahun 1966.
Nama Ayah : Nyi Raden Rajapermas
Nama Ibu : Raden Somanagara

Biografi
Dewi Sartika dilahirkan dari keluarga priyayi Sunda, Nyi Raden Rajapermas dan Raden Somanagara. Meski melanggar adat saat itu, orang tuanya bersikukuh menyekolahkan Dewi Sartika, ke sekolah Belanda pula. Sepeninggal ayahnya, Dewi Sartika dirawat oleh pamannya (kakak ibunya) yang berkedudukan sebagai patih di Cicalengka. Dari pamannya, beliau mendapatkan didikan mengenai kesundaan, sedangkan wawasan kebudayaan Barat diperolehnya dari berkat didikan seorang nyonya Asisten Residen bangsa Belanda.

Mendirikan Sekolah
Sejak 1902, Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum perempuan. Di sebuah ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung, Dewi Sartika mengajar di hadapan anggota keluarganya yang perempuan. Merenda, memasak, jahit-menjahit, membaca, menulis, dan sebagainya, menjadi materi pelajaran saat itu Usai berkonsultasi dengan Bupati R.A. Martenagara, pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda. Tenaga pengajarnya tiga orang; Dewi Sartika dibantu dua saudara misannya, Ny. Poerwa dan Nyi. Oewid. Murid-murid angkatan pertamanya terdiri dari 20 orang, menggunakan ruangan pendopo kabupaten Bandung.
Setahun kemudian, 1905, sekolahnya menambah kelas, sehingga kemudian pindah ke Jalan Ciguriang, Kebon Cau. Lokasi baru ini dibeli Dewi Sartika dengan uang tabungan pribadinya, serta bantuan dana pribadi dari Bupati Bandung. Lulusan pertama keluar pada tahun 1909, membuktikan kepada bangsa kita bahwa perempuan memiliki kemampuan yang tak ada bedanya dengan laki-laki. Tahun 1910, menggunakan hartanya pribadi, sekolahnya diperbaiki lagi sehingga bisa lebih mememnuhi syarat kelengkapan sekolah formal.

Meninggal 
Dewi Sartika meninggal 11 September 1947 di Tasikmalaya, dan dimakamkan dengan suatu upacara pemakaman sederhana di pemakaman Cigagadon-Desa Rahayu Kecamatan Cineam. Tiga tahun kemudian dimakamkan kembali di kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang Anyar, Bandung.



IBU KARTINI




Nama : Raden Adjeng Kartini
Lahir : Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 
Meninggal : Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun) atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini adalah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.

Biografi
Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ia adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.
Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi[2], maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.


MARIA WALANDA MARAMIS



Nama : Maria Walanda Maramis
Lahir : Kema, Sulawesi Utara, 1 Desember 1872 
Meninggal : Maumbi, Sulawesi Utara, 22 April 1924 pada umur 51 tahun)

Biografi 
Maria Walanda Maramis, adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia karena usahanya untuk mengembangkan keadaan wanita di Indonesia pada permulaan abad ke-20
Setiap tanggal 1 Desember, masyarakat Minahasa memperingati Hari Ibu Maria Walanda Maramis, sosok yang dianggap sebagai pendobrak adat, pejuang kemajuan dan emansipasi perempuan di dunia politik dan pendidikan. Menurut Nicholas Graafland, dalam sebuah penerbitan "Nederlandsche Zendeling Genootschap" tahun 1981, Maria ditasbihkan sebagai salah satu perempuan teladan Minahasa yang memiliki "bakat istimewa untuk menangkap mengenai apapun juga dan untuk memperkembangkan daya pikirnya, bersifat mudah menampung pengetahuan sehingga lebih sering maju daripada kaum lelaki".
Untuk mengenang kebesaran beliau, telah dibangun Patung Walanda Maramis yang terletak di kelurahan Komo Luar Kecamatan weang sekitar 15 menit dari pusat kota Manado yang dapat ditempuh dengan angkutan darat. Di sini, pengunjung dapat mengenal sejarah perjuangan seorang wanita asal Bumi Nyiur Melambai ini. Fasilitas yang ada saat ini adalah tempat parkir dan pusat perbelanjaan.


KH. WAHID HASYIM




Nama : KH. Abdul Wahid Hasyim
Lahir : Jombang, Jawa Timur, 1 Juni 1914 
Meninggal : Cimahi, Jawa Barat, 19 April 1953 pada umur 38 tahun)

Biografi 
KH. Abdul Wahid Hasyim adalah pahlawan nasional Indonesia dan menteri negara dalam kabinet pertama Indonesia. Ia adalah ayah dari presiden keempat Indonesia, Abdurrahman Wahid dan anak dari Hasyim Asy'arie, salah satu pahlawan nasional Indonesia. Wahid Hasjim dimakamkan di Tebuireng, Jombang.
Pada tahun 1939, NU menjadi anggota MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia), sebuah badan federasi partai dan ormas Islam di zaman pendudukan Belanda. Saat pendudukan Jepang yaitu tepatnya pada tanggal 24 Oktober 1943 beliau ditunjuk menjadi Ketua Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) menggantikan MIAI. Selaku pemimpin Masyumi beliau merintis pembentukan Barisan Hizbullah yang membantu perjuangan umat Islam mewujudkan kemerdekaan. Selain terlibat dalam gerakan politik, tahun 1944 beliau mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang pengasuhannya ditangani oleh KH. A. Kahar Muzakkir. Menjelang kemerdekaan tahun 1945 ia menjadi anggota BPUPKI dan PPKI.
Wahid Hasjim meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan mobil di Kota Cimahi tanggal 19 April 1953.



1. IBNU SINA, BAPAK KEDOKTERAN MODERN



Syeikhur Rais, Abu Ali Husein bin Abdillah bin Hasan bin Ali bin Sina, yang dikenal dengan sebutan Ibnu Sina atau Avicenna di dunia barat, lahir pada tahun 370 hijriyah di sebuah desa bernama Khormeisan dekat Bukhara. Sejak masa kanak-kanak, Ibnu Sina yang berasal dari keluarga bermadzhab Ismailiyah sudah akrab dengan pembahasan ilmiah terutama yang disampaikan oleh ayahnya. Kecerdasannya yang sangat tinggi membuatnya sangat menonjol sehingga salah seorang guru menasehati ayahnya agar Ibnu Sina tidak terjun ke dalam pekerjaan apapun selain belajar dan menimba ilmu.
Ia juga seorang penulis yang produktif dimana sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan pengobatan. Bagi banyak orang, beliau adalah "Bapak Pengobatan Modern" dan masih banyak lagi sebutan baginya yang kebanyakan bersangkutan dengan karya-karyanya di bidang kedokteran. Karyanya yang sangat terkenal adalah Qanun fi Thib yang merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad.
Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan besar. Banyak di antaranya memusatkan pada filosofi dan kedokteran. Dia dianggap oleh banyak orang sebagai "bapak kedokteran modern." George Sarton menyebut Ibnu Sina "ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu." pekerjaannya yang paling terkenal adalah The Book of Healing dan The Canon of Medicine, dikenal juga sebagai sebagai Qanun (judul lengkap: Al-Qanun fi At Tibb).

2. IBNU RUSYD

Abu Walid Muhammad bin Rusyd lahir di Kordoba (Spanyol) pada tahun 520 Hijriah (1128 Masehi). Ayah dan kakek Ibnu Rusyd adalah hakim-hakim terkenal pada masanya. Ibnu Rusyd kecil sendiri adalah seorang anak yang mempunyai banyak minat dan talenta. Dia mendalami banyak ilmu, seperti kedokteran, hukum, matematika, dan filsafat. Ibnu Rusyd mendalami filsafat dari Abu Ja'far Harun dan Ibnu Baja.
Ibnu Rusyd adalah seorang jenius yang berasal dari Andalusia dengan pengetahuan ensiklopedik. Masa hidupnya sebagian besar diberikan untuk mengabdi sebagai "Kadi" (hakim) dan fisikawan. Di dunia barat, Ibnu Rusyd dikenal sebagai Averroes dan komentator terbesar atas filsafat Aristoteles yang memengaruhi filsafat Kristen di abad pertengahan, termasuk pemikir semacam St. Thomas Aquinas. Banyak orang mendatangi Ibnu Rusyd untuk mengkonsultasikan masalah kedokteran dan masalah hukum.
Karya-karya Ibnu Rusyd meliputi bidang filsafat, kedokteran dan fikih dalam bentuk karangan, ulasan, essai dan resume. Hampir semua karya-karya Ibnu Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Ibrani (Yahudi) sehingga kemungkinan besar karya-karya aslinya sudah tidak ada.
Filsafat Ibnu Rusyd ada dua, yaitu filsafat Ibnu Rusyd seperti yang dipahami oleh orang Eropa pada abad pertengahan; dan filsafat Ibnu Rusyd tentang akidah dan sikap keberagamaannya.

3. Imam Al-Ghazali


Imam al-Ghazali mempunyai daya ingat yang kuat dan bijak berhujjah. Ia digelar Hujjatul islam karena kemampuannya tersebut. Ia sangat dihormati di dua dunia Islam yaitu Saljuk dan Abbasiyah yang merupakan pusat kebesaran Islam. Ia berjaya menguasai pelbagai bidang ilmu pengetahuan. Imam al-Ghazali sangat mencintai ilmu pengetahuan. Ia juga sanggup meninggalkan segala kemewahan hidup untuk bermusafir dan mengembara serta meninggalkan kesenangan hidup demi mencari ilmu pengetahuan. Sebelum beliau memulai pengembaraan, beliau telah mempelajari karya ahli sufi ternama seperti al-Junaid Sabili dan Bayazid Bustami.Imam Al Ghazali mengembara selama 10 tahun. Ia telah mengunjungi tempat2 suci islam seperti: Mekkah, Madinah, Jerusalem, dan Mesir. Ia terkenal sebagai ahli filsafat Islam yang telah mengharumkan nama ulama di Eropa melalui hasil karyanya yang sangat bermutu tinggi. Sejak kecil lagi beliau telah dididik dengan akhlak yang mulia. Hal ini menyebabkan beliau benci kepada sifat riya, megah, sombong, takabur, dan sifat-sifat tercela yang lain. Ia sangat kuat beribadat, wara', zuhud, dan tidak gemar kepada kemewahan, kepalsuan, kemegahan dan mencari sesuatu untuk mendapat ridha Allah SWT.

SpongeBob SquarePants